SELAMAT DATANG DI BLOG SPECIAL, ANDA PENGUNJUNG KE:

25 Agustus 2009

TUHAN MENGIRIMKAN PESAN

Rekan-rekan Blogger yang tercinta, sebelumnya aku mohon maaf kalau belakangan ini agak jarang memposting artikel diBlog kos-undercover, bukan karena kehabisan bahan tapi karena sejak Bank tempatku mencari nafkah mulai berdiri sendiri, kesibukanku begitu luar biasa, Tidak jarang aku harus pulang malam sehingga sampai di kos-kosan terasa begitu cape. Disamping itu, untuk memanfaatkan waktu yang sangat berharga di Bulan suci Romadlon ini, mari kita lebih meningkatkan ibadah agar derajat taqwa kita semakin bertambah. Insya Alloh masih banyak lagi artikel yang akan saya posting.

Aku termasuk orang yang senang mengamati kehidupan “orang-orang kecil,” entah kenapa, tapi dari situ aku seringkali mendapatkan hikmah ternyata begitu banyak yang telah diberikan Alloh padaku sekeluarga. Alhamdulillah, Ya Alloh, tetapkan hati hamba untuk pandai mensyukuri nikmat-Mu yang setiap saat dilimpahkan padaku sekeluarga, dan juga bukakan hati rekan-rekan Blogger agar mampu mengambil hikmah dari berbagai aspek kehidupan untuk meningkatkan ketaqwaan mereka. Amin.

Setiap kali aku pulang ke Cirebon, terutama saat naik beca dari stasiun Kejaksan ke rumah pada dini hari, ada saja yang menjadikan bahan renungan dibenakku. Malam itu, jarum jam menunjukkan tepat pukul 01.00, saat Kereta Senja Utama memasuki Stasiun Kejaksan Cirebon. Seperti biasa, didepan pintu keluar aku langsung disambut tukang beca, dan yang membuatku salut mereka sangat teratur, sama sekali tidak berebut penumpang. Manakala satu orang tukang beca berdiri, yang lainnya tetap duduk dilantai. Rupanya antrian tak tertulis telah diberlakukan oleh mereka. Malu rasanya kalau melihat para intelektual, pejabat, dan siapapun yang dinamakan manusia yang banyak terjadi di Indonesia saling berebut harta kekayaan dengan cara-cara yang sangat dilarang, ambillah hikmah dari apa yang dilakukan oleh para tukang beca. Merekapun sudah tahu, berapa tarif sebenarnya sesampainya di rumahku, dan berapa biasanya aku memberikan ongkos ke mereka. (Maaf Blogger, bukan maksud riya’, sayapun membayar secara normal, dan terkadang cuman tak beri sedikit lebih lho, tapi melihat rasa syukur mereka yang begitu tulus dan ikhlas, rasanya syukur mereka akan tembus ke langit yang ketujuh. Insya Alloh. Bagi Blogger uang sedikit seperti itu mungkin sama sekali tidak berarti, namun ternyata masih begitu banyak saudara kita yang masih begitu menghargai recehan, sen demi sen).

Malam itu, aku dapat tukang beca sebut saja Mbah Bejo. Dalam obrolanku di tengah jalan, aku baru tahu kalau Mbah Bejo saat ini sudah berusia 68 Tahun. Ya Alloh, aku langsung terdiam setelah Mbah Bejo menuturkan umurnya yang sudah demikian tua tapi masih giat mencari nafkah dengan mengayuh beca. Mau tumpah rasanya air mataku. Orang setua Mbah Bejo yang seharusnya tinggal menikmati hari tuanya, baginya itu suatu keniscayaan. Namun aku begitu kagum, yang penting mendapatkan rezeki dengan cara halal, tidak harus mengemis, tidak harus mengharapkan belas kasihan dari orang lain, tidak harus melakukan korupsi ataupun kejahatan lain cukup dengan mengayuh becak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Akupun tidak terlalu banyak bertanya, soalnya beberapa kali aku ajak ngobrol jawabannya nggak nyambung, aku sadar, kemungkinan karena usianya yang telah renta maka pendengarannya ketajamannya sudah begitu berkurang. Dan aku pikir penglihatannyapun juga sudah mulai berkurang, terbukti beberapa kali ban becanya masuk ke lubang yang membuatku terhentak, namun semua aku nikmati tanpa keluhan sepatah katapun. Saat mau melintasi jembatan, dengan cekatan Mbah Bejo turun dan mendorong becanya, pengin aku mau turun, tapi karena terhalang tas, aku tetap duduk dan Mbah Bejo terasa begitu ringan mendorong becanya. Aku tidak mengerti apakan anak istrinya masih ada, tapi kalau anaknya masih ada dan telah “menjadi orang” aku tak bisa membayangkan betapa perjuangan Mbah Bejo untuk mempertahankan hidup begitu berat diusianya. Semoga Alloh menjadikan apa yang ia kerjakan sebagai ladang ibadah, dan kelak Mbah Bejo dimuliakan disisi-Nya. Amin.

11 Agustus 2009

KISAH MR BON 7 (HONDA KHARISMA)

Dari sekian banyak wanita-wanita penjaja cinta yang telah bersama MR BON, ada seorang yang belakangan paling lama mendampinginya, sebut saja Tanti. Parasnya yang memang agak lumayan manis dan usianya yang relatif masih muda dibanding yang lain-lain yang pernah bersamanya, yakni sekitar 35 tahunan, menjadikan MR BON merasa begitu betah bersamanya. Pada kunjungan berikutnya, Tanti inilah yang senantiasa mendampinginya. MR BON sendiri kalau menyebut Tanti selalu menggunakan kata BOJOKU, puih.... la kok nggak ada bedanya dengan ayam, tanpa ikatan pernikahan apapun kok bisa-bisanya ngaku BOJO. Jika dilihat dari perbedaan usia sebenarnya lebih pantas seperti seorang Bapak dengan anak ragilnya. Tapi itulah dunia yang penuh kesesatan, iblis yang telah memutarbalikkan kebenaran menjadikan kedua insan ini lupa akan segalanya, umur, kematian, keluarga, masa depan dan dosa.

Sempat waktu istriku berlibur di Yogya tahu “gendaan” MR BON tersebut, ya kata istriku cukup manis. Kebetulan MR BON dan Tanti cukup lama menjadi tetangga kamarku. Saat ini kalo istriku melihat Tanti, kemungkinan akan pangling, badannya yang sedikit kurus saat itu sudah berubah menjadi tambun, rambutnya yang hitam terurai sudah dipotong pendek mirip Yuni Sara dan di cat merah. Kemana-mana pergi juga sudah kelihatan modis dan berkaca-mata hitam. Yach,...dengan doku dari MR BON si Tanti telah dipermak habis untuk penampilan yang lebih wah. MR BON pun merasa begitu bangga bersamanya. Kesetiaan Tanti yang cukup lama menyertai MR BON, termasuk bila bepergian kemana-mana, yang biasanya naik beca akhirnya berbuah manis buat si Tanti. MR BON membelikan sepeda motor Honda Kharisma yang bisa digunakan untuk mobilitas lebih tinggi. Wah...wah..... Tanti merasa seperti seorang ratu, padahal..... kawan2 hotel kalau melihat mereka berdua benar-benar “Nggilani.” Dari perilakunya, MR BON memang sering aneh2, disamping suka gonta-ganti pasangan, penjual nasi didepan hotelpun disikat, yang selalu berusaha untuk mencium Pak De, sampai-sampai punya keahlian menyuntik silikon untuk memperbesar rudal seseorang. Tamat.

08 Agustus 2009

KISAH MR BON 6 (TELANJANG BULAT)

MR BON bak JAMES BOND 007, kemana-mana selalu berurusan dengan wanita, tak terkecuali saat tinggal di hotel. Disisi lain MR BON membawa serta rombongan dari negara asalnya. Kalau kita tidak pernah menanyakan dari mana asal-usul mereka tentu tidak akan pernah mengira kalau rombongan mereka ternyata WNA, ya bagaimana tidak, mereka yang dulu saat jaman penjajahan menjadi kuli kontrak dan dipekerjakan paksa di Suriname, kebanyakan orang-orang Jawa tulen. Yang membedakan mereka tidak bisa berbahasa Indonesia, namun fasih berbahasa Belanda dan Jawa. Bentuk fifiknya juga persis dengan orang-orang jawa era empat puluhan, dengan tinggi badan yang relatif masih pendek, sekitar 155 cm dengan kulit yang cenderung berwarna gelap.

Salah satu anggota rombongan MR BON sebut saja Sutini, seorang wanita paruh baya, ya... tidak bisa lagi dikatakan muda. Usia mungkin sekitar 45 tahunan, dengan badan yang sudah melar menunjukkan ia sudah bukan lagi seorang gadis. Badannya agak sintal dan rambutnya keriting dengan kulit sawo matang, tapi matangnya kayaknya sudah cenderung bonyok, kalau tidak bisa dikatankan pembawalap alias perempuan berbadan gelap. Tidak ada yang aneh selama ini pada Sutini, hari-harinya dijalani dengan biasa. Setelah bangun pagi, biasanya Sutini, MR BON dan kawan-kawannya ngerumpi di kursi dekat kolam renang depan kamarku. Selanjutnya siang hari ia sering pergi bersama rombongan. Entah kemana perginya aku gak tahu. Kalau dikatakan ngurusi korban gempa, lha wong semua sudah kembali normal kok, mungkin ya karena mereka merasakan kerindual yang begitu dalam terhadap kampung halamannya, Tanah Jawa.

Siang itu ada sesuatu yang aneh pada diri Sutini. Ia yang tinggal dikamar seberang kamarku, yang tidak dilengkapi dengan AC, mungkin sedang merasakan gerahnya udara Kota Gudeg. Saat Pak De, temanku lewat depan kamarnya, pintunya tidak ditutup, secara sepontan mata Pak De melirik ke dalam kamar Sutini, dan alangkah terkejutnya Pak De, ternyata Sutini tanpa menutup badannya dengan sehelai benangpun tidur tengkurap. Kontan saja seisi hotel langsung heboh, waduh...ayak...ayak... wae tuh Wong Jowo yang jadi WNA. Masya Alloh, Sutini...Sutini..., Ngono yo ojo Ngono, ini negeri yang berpenduduk mayoritas muslim, bukan kota nudis, tau sopan santun sedikit kenapa ?